Di tuliskan lagi berdasarkan film What A Girl Want.



Namaku Daphne Reynolds dan aku lahir di kota New York. Selama ini aku tinggal bersama ibu di gedung tingkat 5 Pecinan. Kami selalu berdua saja, aku dan Libby (Ibuku). Tapi disetiap ulang tahunku, aku akan membuat permohonan.

Libby : “Buat permohonan sayang”

(Aku meniup lilin sambil meminta permohonan).

Aku ingin seseorang juga berada disini. Dan jika tiap tahun ia tidak datang, aku meminta Ibuku menceritakan kisah yang sama.

Libby : “Kau tidak pernah bosan mendengar ceritanya?”

Daphne : (Menggelengkan kepalanya).

Libby : “Baiklah.”

Pada suatu ketika ada seorang penyanyi muda dan cantik sekali bernama Libby yang suatu hari memutuskan untuk pergi berkelilingi dunia. Ia tidak menyadari bahwa di sebuah gurun di Moroko, takdir menantinya. Dan nama takdir itu adalah Henry. Mereka jatuh cinta yang teramat dalam. Dan kemudian dinikahkan oleh kepala suku Beduin. Henry mengajaknya ke Inggris untuk menemui keluarganya dan menikah dengan sah. Tapi kali ini takdir tak memihaknya. Ia jelas bukan seperti yang diharapkan keluarganya. Tapi ketika tiba-tiba ayah Henry meninggal Libby tahu beban hidup Henry akan makin besar karena ia sekarang menjadi Lord Dashwood. Dan Libby sama sekali bukanlah seorang bangsawan.

Alistair : “Henry tahu. Jika kau mencintainya, kau harus pergi sekarang.”

Libby pun pergi meninggalkan Inggris.

Alistair : “Libby meninggalkan ini.”

Henry : “Ternyata ada orang ketiga.”

Jadi meskipun hatinya hancur, ia tahu ia harus meninggalkannya. Tapi beberapa bulan kemudian, takdir memberinya berkah terbesar. Seorang bayi perempuan cantik bernama Daphne.

Libby : “Mimpi indah, sayang.”

Daphne : “I love you.”

Libby : “Aku tak percaya hari ini kau sudah berumur 15 tahun.”(sambil berjalan keluar kamar)

Daphne : “Mimpi indah Henry.”(lalu mencium foto Henry.)

Dihari ulang tahunku yang ke 17, Ibu dan aku harus bekerja. Tapi ternyata itu menjadi awal dari kisahku ini. Aku bekerja sebagai pramusaji di pesta pernikahan, dan Ibu sebagai penyanyi band di pesta pernikahan. Dan seperti biasa disaat dansa antara Putri dan Ayah, aku selalu menatap dengan perasaan ingin berdansa bersama Henry. Saat pesta selesai, aku membereskan peralatan sisa makanan.

Libby : “Aku tahu. Aku lihat tatapanmu.”

Daphne : “Aku tak mau membicarakannya. Setiap kali di penikahan aku melihat pengantin dan Ayahnya berdansa. Aku... aku tak tahan memikirkan bahwa aku takkan pernah bisa melakukannya. Aku tahu Ibu pikir menyembunyikan aku dari Ayah adalah tindakan benar. Tap...”

(Ibu memotong)

Libby : “Aku ingin melindungimu dari luka yang ku alami dulu.”

Daphne : “Ibu yang meninggalkannya, ingat?”

Libby : “Tapi ia tak mengejarku. ”

Daphne : “Mungkin ia akan melakukannya jika ia tahu aku ada.”

(Daphne duduk sambil menghempaskan tadahan gelasnya)

Libby : “Tak semudah itu!”

Daphne : “Kenapa Ibu tak mau mengerti? Aku merasa sebagian dari hidupku hilang. Dan tanpa separuhnya lagi, bagaimana aku tahu jati diriku?”

Libby : “Daph. Mengenal seseorang hanya karena mereka sedarah bukan jawaban. Tapi ini untuk mengenali jati dirimu.

Ayo, kita curi sisa makanan, saladnya kelihatan enak.

Aku mencintaimu sebanyak sejuta ikan di Swedia.”

Daphne : “Aku mencintaimu sebanyak M&M’s merah.”

(Libby mencium Daphne dan pergi. Sedangkan Daohne hanya melihat kepergiannya.)

Malamnya, aku langsung mencari tahu informasi tentang Henry. Dan saat pagi Libby belum terbangun, aku melanjutkan kisahku ini terbang ke Inggris. Aku meninggalkan pesan untuk Libby.

Mungkin jawabannya adalah berlibur setahun sebelum berkuliah untuk menetukan apa yang harus kulakukan pada hidupku. Tetapi jauh dilubuk hatiku aku selalu merasakan bahwa yang sebenarnya kubutuhkan adalah menemukan dia. Menemukan Ayahku.

Ibu selalu mengatakan akulah yang berhak mengisi lembar hidupku. Tapi selama ini Ibulah yang menuliskannya. Sekaranglah giliranku.

Kini aku telah berada di kota Ayahku, Inggris. Aku berjalan-jalan melihat kota yang indah ini. Tapi kini aku harus mencari penginapan atau semacam hotel untuk ku tinggali sambil mencari alamat Ayah.

Daphne : ”Grand Hotel Britania Raya? Apa?”

Hujanpun turun membasahiku. Aku bergegas masuk ke hotel. Aku melihat seorang pria sedang bermain gitar di atas meja menunggu tamu.

Daphne : “Lagumu bagus sekali.”

Ian : ”Terima kasih”

Daphne : “Itu Gibson J200?”

Ian : “Ya. Kau musisi?”

Daphne : “Tidak, tapi dirumahku ada.”

Ian : (berekspresi wajah bingung)

Daphne : “Ibuku”

Ian : “Kau ingin pesan kamar?”

Daphne : “Ini pekerjaanmu?”

Ian : “Ya, dari sekian banyak. Kau tahu, inilah perjuangan hidup calon musisi.”

Daphne : “Ooo....”(sambil mengangguk-angguk kepala)

Ian : “Ayo, kita melihat-lihat.

Dapurnya di sebelah sana. Lobi di ujung lorong. Kuingatkan “tulang dan anjing” rusak dan tak ada lift.”

Daphne : “Ahha??”(kebingungan)

Ian : “Telepon rusak, kami tak punya elevator. Sebaiknya ku jelaskan pelan-pelan.”

Tiba-tiba aku melihat siaran di televisi. Berita tentang Lord Henry Dashwood.

Daphne : “Ayahku!”

Ternyata Ayah sudah memiliki tunangan, Glynnis Payne, mereka akan menikah dan Ayah akan memiliki anak tiri Clarissa Payne yang cantik.

Alistair : “Kuakui, awal kau ingin melepaskan kursi Majelis Tinggi kuragukan kewarasanmu. Tapi, ternyata ini lonjakan karir.”

Henry : “Aku mulai merasa kalau ternyata tindakan kita benar.”

Alistair : “Melakukan hal yang benar dan jadi pemenang bukanlah mustahil. Berkatmu pengumpulan pendapat terakhir kita unggul 6 angka. Kau mengubah citra partai yang dicintai Ayahmu. Ia pasti bangga, kau belia, agresif, idealis dan bereputasi cemerlang.”

(Glynnis tiba-tiba masuk)

Glynnis : “Dan seorang tunangan hebat yang memiliki teman-teman orang penting. Hahaha... Maaf, ia harus ku culik untuk membawakan pidato di pesta Oxfam.”

Henry : “Astaga, pidatoku.” (sambil kebingungan mencari pidatonya di balik jas)

Glynnis : “Di kantong kanan jasmu, sayang.”

Henry : (menunjukkan pidato yang telah ia temukan)

Glynis : “Hhaha.... Ia sudah memikirkan segalanya”

Henry : “Sepertinya itu sudah cukup. Terima kasih.”(sambil berjalan keluar)

Alistair : “Silakan kalian menikmati pestanya.”

Glynnis : “Bagaimana masa depannya?”

Alistair : “Asal tak mengecewakan banyak orang, ia akan menjadi PM baru kita.”

Glynnis : “Bagus sekali.”(Glynnis bergegas keluar mengejar Henry)

Ditempat lain, aku melihat-lihat kota bersama Ian.

Daphne : “Ian, aku tak yakin bisa melakukannya lagi.”

Ian : “Daphne, ia Ayahmu. Kau arungi separuh dunia mencarinya, kau tak bisa mundur sekarang.”

Daphne : “Sekarang ia punya keluarga, maksudku... Kau lihat mereka. Mereka begitu anggun. Seperti... Apa yang ia inginkan dariku?”

Ian : “Ia, kau benar juga.”

Daphne : “Diam. Keadaannya tak sesederhana yang kuduga. Mungkin sebaiknya aku pulang dan membiarkannya menjalani hidupnya.”

Aku berkeliling kota sendiri, dan mencari tempat tinggal Ayah. Ternyata rumahnya seperti yang kubayangkan selama ini. Seperti rumah bangsawan lainnya, besar, luas, indah dan pastinya memiliki penjagaan yang sangat ketat di pintu gerbangnya. Jadi, untuk tidak mencari masalah, lebih baik aku memanjat dinding di samping. Aku kira aku tidak akan ketahuan. Tapi ternyata...

Glynnis : (berbicara di telepon) “Sempurna. Bagus sekali, terima kasih. Sampai jumpa. Kau tidak lupa, kita harus kerumah Lady Wrightwood bukan?”

Clarissa : “Hhhaa.”(berekspresi malas)

Glynis : “Ia mensponsori kita untuk hadir di pacuan Ascot. Kita harus datang.”

Clarissa : “Kupikir menikahi Henry kita tak perlu berusaha keras.”

Glynnis : “Pernikahanku masih tinggal lima minggu lagi. Sampai itu terjadi, kita harus terus tampil. Lihat apa yang terjadi dengan Olivia Dixon waktu dia ke Cina.”

Clarissa : “Siapa dia?”

Glynnis : “Tepat sekali.”

Clarissa : “Ibu lihat itu?”

Glynnis : “Apa?”

Clarissa : “Burung yang besar sekali jatuh dari dinding itu.”

Glynnis : “Kamu berhalusinasi.”

Aku menelinap mendekati rumah. Melewati beberapa jendela yang besar, sepertinya aku melewati ruang makan, tapi bagian luarnya.

Clarissa : (melihat suatu bayangan dan bingung)

Glynnis : “Makanan ini sudah dingin. Jika kukuasai rumah ini, pelayan pikun itu akan kupecat lebih dulu.”

Clarissa : “Langkahi dulu nenek tua itu, ia tak mungkin membiarkannya.”

Nenek : “Ada yang lihat gunting tanamanku? Si nenek tua ini lupa serpertinya dimana ia meletakkannya.”

Henry : “Selamat pagi. Pagi, Ibu. Pagi, sayang. Semua tidur nyenyak?”

Clarissa : “Aaa!”(terkejut melihat orang di dekat jendela)

Henry : “Tak semua.”

Clarissa : “Ada seseorang di jendela dan kali ini aku tidak berhalusinasi.”

Glynnis : “Itu pasti wartawan lagi.”

Henry : “Hubungi polisi. Takkan kutolerir lagi sirkus media ini!”

Aku langsung lari secepatnya untuk kabur. Dan...

Daphne : “Woow”(tertangkap Henry)

Henry : “Mau kemana kamu?”

Daphne : “Kamu?”

Henry : “Sampai kapan kalian memeta-mataiku sebelum sadar tak ada berita?”

Daphne : “Kamu salah sangka.”

Henry : “Katakan itu pada yang berwajib.”

Aku dibawa masuk ke dalam rumah. Dan didudukan seperti seorang terdakwa.

Henry : “Yang paling mengejutkan, sekarang kalian mulai sejak muda sekali. Duduk dan katakan dari mana kamu? “The Sun”, “The Daily Star”? Astaga, bahkan umurmu tak lebih dari 17 tahun. Silakan, foto aku dan pergilah.”

Daphne : “Aku sudah punya fotomu.”(sambil memperlihatkan foto Henry yang kumiliki)

Glynnis : “Ada apa?”

Henry : “Darimana kau dapatkan ini?”

Daphne : “Dari Libby.”

Glynnis : “Penyanyi kenalanmu di atas unta?”

Henry : “Kenapa ia memberikan ini kepadamu?”

Daphne : “Katanya mungkin aku ingin tahu seperti apa wajah Ayahku. Namaku Daphne Reynolds. Aku anak Libby. Dan menurut ini aku juga putrimu.”

Glynnis : “Astaga.”

Clarissa : “Ternyata kau lebih menikmati saat di Moroko lebih dari yang kau ceritakan.”

Henry : “Astaga. Aku tak pernah... a....a.... Tidak. Tidak, ini mustahil. Ini pasti kesalahan.”

Glynnis : “Tepat, kesalahan, ini tak membuktikan apapun. Libby pasti menuliskan nama pria yang pertama terpikir olehnya.”

Daphne : “Hanya kau pria yang pernah ia pikirkan.”

Glynnis : “Henry, boleh aku berbicara berdua denganmu sebentar? Henry? Kau takkan percaya padanya, bukan?”

Daphne : (berdiri) “Mungkin aku... Mungkin seharusnya aku tak datang. Ternyata ini mengejutkanmu. Aku ketakutan sekali, apalagi aku mengetahui sejak umurku 2 tahun. Jangan salah sangka, maksudku baik. Aku memimpikan saat ini. Bukan seperti cara masukku tadi. Tapi cara yang lebih anggun. Aku sekarang sadar, ini pasti kesalahan. Seharusnya aku tak ke sini.”(berjalan ke luar)

Henry : “Maaf, kau tadi mengatakan kau tahu tentang ini seumur hidupmu?”

Daphne : “Ya.”

Nenek : “Bagus. Sekarang semua jelas. Ada yang ingin teh dan kue tar?”

Henry : “Ibumu tak merasa aku berhak diperlakukan yang sama?”

Nenek : “Kue tarnya tidak jadi.”

Henry : “Kenapa ia merahasiakannya?”

Glynnis : “Bagaimana teori kesalahan yang tadi berlaku?”

(Daphne berjalan keluar)

Nenek : “Tunggu sebentar. Aku tahu ini mengejutkan, tapi kita tak mungkin membiarkannya pergi. Sampai kita paham kejadiannya. Bagaimana kalau kita pesankan kamar hotel untuknya?”

Glynnis : “Lalu apa yang harus kau ceritakan pada pers? Kandidat paling berpotensi memesan kamar untuk seorang anak remaja? Pers pasti akan berpesta.”

Henry : “Tolong jangan bawa-bawa pers.”

Nenek : “Tidak, Glynnis memang benar.”

Glynnis : “Syukurlah ada yang berpikir jernih.”

Nenek : “Anak ini harus tinggal bersama kita disini.”

Aku hanya bisa tersenyum mendengar ucapan Lady Dashwood.

Glynnis : “Sebelum gadis yang mengaku anakmu menghancurkan karir polotikmu pelajarilah latar belakangnya.”

Henry : “Untuk apa?”

Glynnis : “Catatan kriminal? Golongan darah? Angka 666 di kepalanya?”

Henry : “Ia membawa akte kelahiran, ia punya fotoku dan matanya persis mataku.”

Glynnis : “Aku hanya memikirkan yang terbaik untukmu. Aku tahu kau tak suka, tapi pers bisa brutal sekali.”

Clarissa : “Berita Khusus! Henry Dashwood Punya Anak Haram!”

Henry : “Ia bukan anak haram, aku dan Ibunya sudah menikah. Meski tak resmi, tapi mengunakan adat Beduin di Moroko. Kami ingin meresmikannya begitu kami kembali. Tapi tiba-tiba Libby memutuskan untuk... Ia pergi begitu saja.”

Clarissa : “Dan membawa anakmu.”

Glynnis : “Tutup mulutmu.”

Clarissa : “Mungkin ia yang seharusnya yang dibungkam 17 tahun lalu.”

Nenek mengajakku keliling rumah. Dan memnunjukkan kamarku.

Nenek : “Ini kamarmu.”

Daphne : “Wow...”(terpesona)

Nenek : “Cukup bagimu?”

Daphne : “Anda bercanda? Ini hebat sekali! lebih besar dari apartemen kami. Dan restoran di bawah. Ini membuat Gedung Putih seperti McDonald’s.”

Nenek : “Aku mengerti. Percy bisa mengambil barang-barangmu?”

Daphne : “Terima kasih Lady Dashwood.”(sambil memeluknya)

Nenek : “Jangan memelukku, sayang. Orang Inggris hanya menunjukkan rasa sayang kepada anjing dan kuda.”

Daphne : “Benar.”(kembali memeluk) “Anda hebat.”

Nenek keluar dan aku bahagia di tempatkan di kamar sebesar ini.

Henry menelpon Libby.

Libby : “Halo?”

Henry : “Libby?”

Libby : “Henry. Ia ada disana? Ia baik-baik saja?”

Henry : “Ya, ia disini. Ia baik-baik saja. Ibu sedang menjejalkan kue padanya sekarang. Kenapa kau tidak cerita kepadaku kalau aku punya anak? Kau membiarkannya muncul tiba-tiba 17tahun kemudian, tanpa kabar...”

Libby : “Lalu apa? Membuat cacat karir politikmu?”

Henry : “Tidak. Bukan itu...”

Libby : “Jika kau takut, pulangkan dia.”

Henry : “Bukan itu, tapi aku baru mengetahui aku punya anak! Libby.”

Libby : “Aku tak ingin ia terluka.”

Henry : “Apa maksudmu?”

Libby : “Tanyalah pada penasehatmu. Mereka yang mengantarmu sejauh ini bukan?”

Libby langsung menutup telponnya. Henry hanya bisa terdiam. Memikirkan apa yang telah terjadi padanya kini. Dan berpikir apa yang akan ia katakan kepada pers nanti. Dan pagi pun menjelang, Hnery harus berbicara dengan penasehat karirnya mengenai Daphne.

Alistair : “Kekuatanmu selama ini adalah bebas dari skandal. Tak seperti lawanmu, ini akan menghancurkan segalanya.

Sekarang biarku jelaskan apa langkah kita. Kita umpankan berita kepada pers, tapi sesuai skenario kita.

Acara apa yang kita punya?”(melihat-lihat tumpukan kertas berisi undangan berbagai acara)

“Bagus! Peragaan busana.

“Perkenalkan ia sebagai anakmu tapi jangan sebutkan dengan siapa. Pers akan mendapatkan beritanya dan kita tetap aman.”

Henry : “Kuingatkan, kita mengahadapi manusia, gadis berumur 17tahun.”

Alistair : “Satu-satunya hal yang kita ketahui hanyalah ia seorang remaja Amerika. Itu bukan awal yang menjanjikan. Tapi bagaimana pendapatmu Henry? Ia kekurangan atau keuntungan?”

Henry : “Aku sendiri hanya sempat berbicara dengannya beberapa saat saja. Tapi kurasa ia sudah cukup dewasa dibandingkan umurnya sekarang. Sepertinya ia cukup sopan. Sepertinya ia cukup bisa mengendalikan diri dan tak urakan.”

Alistair : “Sempurna, ayo kita jalankan rencana kita.”

Dan di rumah....Kring....kring....

Clarissa : “Aku yang angkat, mudah-mudahan ini Armistead.

Rumah keluarga Dashwood. Clarissa.”

Ian : “Aku Ian Wallace. Daphne ada?”

Clarissa : “Tidak. Disini tidak ada yang bernama Daphne. Maaf.”

Ian : “Kalau bertemu dengannya, tolong beritahu ian mencarinya.”

Clarissa : “Baiklah akan kulakukan. (menutup telepon) Tidak!”

Di ruang kerja Henry. Ia sedang duduk menbaca koran.

Henry : (terkejut) “Daphne.”

Daphne : “Tn. Dashwood. Lord Dashwood?”

Henry : “Panggil aku Henry.”

Daphne : “Henry, baiklah.” (Daphne masuk dan melihat-lihat ruangan itu)

“Ruangan ini keren juga.”

Henry : “Dengar, aku...

Aku sedang berpikir...

Entahlah ini menarik atau tidak bagimu. Tapi maukah kau ikut ke peragaan busana malam Jum’at nanti?”

Daphne : “Peragaan busana?”

Henry : “Iya, sangat membosankan. Golongan yang ingin kupengaruhi terlalu serius menanggapi.”

Daphne : “Seperti peragaan busana biasa? Madonna dan Gwyneth juga datang?”

Henry : “Aku tak tahu apa maksudmu, tapi ini hanya taktik politik. Bagi Glynnis ini saat meluncurkan Clarissa di kalangan bangsawan.”

Daphne : “Meluncurkan? Seperti perahu saja.”

Henry : “Tidak, bagi Clarissa ini seperti peluncuran rudal. Bahasa kunonya adalah pendatang baru. Entahlah aku...

Kau mau datang?”

Daphne : “Aku? Maksudku itu akan... Aku mau saja.”

Henry : “Sungguh?”

Daphne : “Yeah.”

Henry : “Yeah. Bagus, kalu begitu beres.”

Daphne : (tertawa kecil)

Henry : “Bagus.”

Daphne : (berjalan ke arah pintu) “Aku lupa, ini ku bawakan untukmu. Foto-fotoku sejak kecil.”

Henry : “Itu...”

Daphne : “Mungkin kau mau menyimpannya.”

Henry : “Terima kasih banyak.

Bagus sekali. Terima kasih.”

Daphne : “Baiklah.”

Aku berjalan keluar ruangan. Henry tetap diam terpaku melihat album foto itu. Ia mulai melihatnya satu persatu. Ia menyesal, mengapa ia baru tau semua ini setelah 17 tahun berlalu? Ia ingin menangis tapi tak mungkin. Ingin bersedih, ia tidak sedih. Ia bahagia telah menemukan anaknya.

Aku langsung tertidur pulas. Dan saat bangun aku merasa sangat bahagia. aku serasa seperti didalam mimpi. Tapi tidak, inilah kenyataan yang terjadi sekarang. Aku terbangun diatas ranjang indah di dalam kamar yang luas dan sangat bagus. Aku berjalan keluar kamar dan...

Clarissa : “Daphne, aku boleh minta pendapatmu?”

Daphne : “Tentu saja.”

Clarissa : “Aku tidak bisa menentukan yang mana yang akan kupakai ke acara besok. Mungkin kau bisa memilihkan.”

Daphne : “itu rok motif kotak-kotak Gucci? Indahnya!”

“Kau boleh berpakaian santai ke acara itu?”

Clarissa : “Itulah maksud acara itu. Tampil dengan gaun indah dan perhiasan sekalian saja memakai papan ‘Orang Bodoh’.”

Daphne : “Syukurlah kau memberitahuku, aku tak mau jadi orang bodoh.”

Clarissa : “Itulah gunanya saudara tiri.”

Daphne : “Ini lucu sekali.”

Clarissa : “Bagus, kalau begitu ku pakai itu.”

Daphne : “Sampai nanti.”

Clarissa : “Dah.”

Clarissa merasa senang. Dia berhasil teriaknya dalam hati. Di luar, Ian sudah merindukan Daphne dan mencari dimana keberadaan Daphne sekarang.

Daphne sedang bersiap-siap untuk berangkat ke peragaan busana hari ini. Ia mencoba seluruh peralatan mandi di kamar mandi itu. Sayang, ia tak tahu bagaimana cara mengunakannya dengan benar. Sedangkan Henry, Clarissa dan Glynnis telah menantinya di ruang tengah. Glynnis telah berkali-kali melihat jam karena waktunya yang tinggal sedikit lagi.

Daphne : “Maaf sebentar, aku akan segera datang, aku hampir siap. Sebentar.”

Glynnis : “Sayang, kita haru segera datang. Pangeran Charles, Harry dan Wills akan lebih dahulu tiba.”

Clarissa : “Kenapa Daphne tidak menyusul saja?”

Henry : (dengan tampang yang agak linglung) “Percy bisa mengantarnya.”

Glynnis : “Bagus, jadi sudah beres.”

C & G : “Ayo.”

Glynnis : “Ini sempurna bukan?”

Mereka bertiga berangkat dahulu. Dan Daphne yang masih dalam keadaan belum siap, sesegera mungkin agar bisa cepat selesai berpakaian. Dan sesampainya Daphne di tempat Peragaan busana, ia tidak di izinkan masuk. Hingga ia masuk lewat pintu belakang.

Glynnis : “Kita masih menunggu anak haram Henry?”

Alistair : “Iya. Tenang saja Henry telah memastikan anak itu bersikap sopan dan baik.”

Dan ternyata, ia masuk ke melalui belakang pangung. Dan ia disuruh oleh koordinator disana agar cepat ke panggung. Awalnya, Daphne mengira itu adalah jalan agar bisa masuk ke dalam. Tapi ternyata, kini Daphne telah berada di atas panggung.

Alistair : “Ya ampun.”

Glynnis : “Wow.”

Henry : “Aaw...”

Alistair : “Henry, lakukan sesuatu.”

Tanpa canggung, Daphne langsung saja berjalan dengan gaya seperti model sungguhan, tapi sayang, baju yang dikenakan Daphne baju santai, sedangkan ini adalah acara formal.

Daphne : “Terimakasih London.”

Dan tanpa sengaja Daphne terjatuh dari atas panggung. Dengan cepat, Henry menolongnya.

Clarissa : “Beri jalan semuanya. Anak Amerika kampungan datang.”

Daphne : “Saudara tiriku yang jahat. Kau pernah menonton Cinderella kan? Ini petunjuk untukmu, aku yang menang.”

Daphne berusaha mendekatkan diri kepada tamu yang berada disana, dan ia memperkenalkan dirinya kepada semua orang kalau ia anak Henry Lord Dashwood. Dan ia juga bermain dengan anjing milik putri Charlotte. Biasanya Anjing itu tak suka dan akan menggigit orang yang baru dikenalnya. Tapi dengan Daphne itu tidak terjadi. Putri Charlotte sangat menyukai anak seperti Daphne. Dimatanya, Daphne anak yang baik.

Malamnya di rumah, saat itu Henry menuju dapur dalam gelap. Dan saat membuka pintu almari es...

Daphne : “Hmhhmm...”

Henry : (terkejut) “Astaga. Kau membuatku kaget sekali.”

Daphne : “Maaf.”

Henry : “Jadi kau pencuri susunya? Kenapa malam-malam belum tidur?”

Daphne : “Pengaruh perbedaaan waktu. Apa alasanmu?”

Henry : “Aku tak bisa tidur. Aku sedang berpikir.”

Daphne : “Tentang aku hampir merobohkan seluruh keluarga Raja?”

Henry : “Mereka menikmatinya. Pertama kalinya Putri Charlotte senang berkenalan. Tak ada yang mau mendekati anjing itu semenjak ia mengigit testis Lord Barret.”

Daphne : “Tragis.”

Henry : “Tragis. Ia masih bisa punya anak.”

Daphne : “Koko Krunch, pilihan menarik. Ku pikir kau penggermar makanan sehat.”

Henry : “Ini barang terlarang. Glynnis menyuruhku makan sereal sehat setiap pagi. Kau suka Koko Krunch?”

Daphne : “Itu cokelat. Perlu kujelaskan?”

Henry : (membuatkan semangkuk Koko Krunch untuk Daphne.)

Daphne : “Kau serius mengatakan aku akan tinggal selama musim panas ini?”

Henry : “Ya, aku serius.”

Daphne : “Jadi itu artinya aku akan diluncurkan ke lingkunganku?”

Henry : “Kita sebaiknya mengatur acara penyambutanmu.”

Daphne : “Pesta penyambutan? Sebagai apa?”

Henry : “Sebagai wanita muda.”

Daphne : “Apa maksudmu, Henry?”

Hnery : “Maksudku, sebagai gadis yang........berkelas dan memenuhi syarat.”

Daphne : “Memenuhi syarat? Untuk apa?”

Henry : “Untuk para pria. Maksudku, pria pelamar.....Aku tak cukup jelas menerangkan?”

Daphne : “Aku hanya senang melihatmu gugup.”

Henry : “Mungkin sebaiknya pelaksanaan pesta itu terserah padamu saja.”

Daphne : “Aku tak terlalu suka. Tapi akan kupikirkan. Terima kasih Henry.”

Henry : “Aku hanya penasaran. Apa ibumu pernah......”

Daphne : “Tidak, ia tak pernah menikah.”

Henry : “Tapi pasti ada..... Pasti ada seseorang. Kau tahu...”

Daphne : (menggelengkan kepalanya)

Henry : “Sekarang waktunya tidur. Semoga persiapan tidurmu malam ini bisa menjadikan tidur nyenyak...”

Daphne : “Henry, ‘mimpi indah’ sudah cukup.”

Henry : “Benar. Mimpi indah.”

Daphne : “Mimpi indah Henry.”

Saat bangun pagi, Henry sudah bersiap untuk berangkat kerja. Dan tiba-tiba, dari jendela terlihat sosok Daphne. Ia berteriak...

Daphne : “Pagi, Henry!”

Henry : “Aw..”

Daphne : “Berangkat kerja?”

Henry : “Aku baru saja...Ya. aku jadi ingat, kita harus membeli gaun untuk Sabtu depan.”

Daphne : “Ada apa di hari itu?”

Henry : “Pesta di rumah keluarga Orwood. Sayangnya banyak acara bersalaman.”

Clarissa : “Akan kubantu Daphne mencari gaun.”

Glynnis : “Itu bukan ide yang baik. Aku sudah menemukan gaun di perancangku. Sudah ku letakkan dikamarmu. Indah sekali.”

Henry : “Bagus, terima kasih. Ku andalkan kalian berdua membantu Daphne. Sampai nanti.”

Semua masuk lagi ke dalam kamar setelah Henry pergi. Dan Daphne langsung mencibakan gaun yang dipilihkan Glynnis untuknya. Saat melihat bayangan dirinya di cermin, Daphne terlihat seperti orang bodoh dengan gaunnya itu. Saat berusaha mencari cara agar bisa membuat gaun itu menjadi indah, Clarissa datang.

Clarissa : “Cocok sekali untukmu. Cantik.”

Daphne : “Terima kasih.”

Clarissa : “Jadi, Henry meminta kami membantumu, bukan? Pertama, pulanglah. Ibu dan aku pantas tinggal disini dan jelas kau tidak. Dan kedua, sementara kau berkemas, jauhkan cakar Amerikamu dari Armistead Stuart. Ia milikku.”

Daphne : “Dari sikap sombongmu orang akan tahu bajumu bermerek sedangkan bajuku sederhana. Kau punya istana, aku punya apartemen kecil. Kau gadis cerewet, aku gadis santai. Jadi apa yang membuatmu yakin kita memiliki selera yang sama dalam memilih pria? Ini petunjuk untukmu, jangan besar kepala. Dan jangan coba menjadi anak manis, karena aku takkan kemana-mana.”

Clarissa : “He eh.”

Daphne : “Bye...”

Clarissa langsung bergegas keluar kamar sambil menggerutu kepada Daphne. Sedang Daphne hanya bisa memandangi dirinya didepan cermin. Ia masih belum tahu akan diapakan gaun yang membuatnya kelihatan aneh ini.

Beberapa saat setelah itu, Daphne memilih untuk menemui nenek yang sedang melakukan hobby menembaknya di halaman belakang. Nenek sangat bersemangat melakukannya. Kenapa tidak? Ini satu-satunya olahraga yang bisa menyehatkan tubuh dan jiwanya. Sekalian menghilangkan rasa kebenciannya terhadap Glynnis dan Clarissa yang selalu bertindak semaunya, seakan rumah dan seisinya telah menjadi milik mereka.

Nenek : “Tarik!” (Doooar bunyi senapan milik Nenek)

“Jangan dengarkan Clarissa, ia hanya merasa terancam denganmu.”

“Tarik!” (Doooar lagi-lagi senapan milik Nenek mengeluarkan bunyi yang amat keras)

Daphne : “Kenapa dia merasa terancam?”

Nenek : “Ibunya akan menikahi anakku dan memperoleh gelar dan semua yang melekat dengannya. Beratahun-tahun Alistair ingin meningkatkan derajat lewat suamiku. Sekarang cakarnya sudah tertanam pada Henry. Bagi orang seperti Alistair dan Glynnis, status sosial sangat penting.”

“Tarik!” (Doooar untuk yang ketiga kalinya senapan itu berbunyi lagi)

“Konyol, tapi itulah hidup mereka. Dan aku juga pernah begitu. Sampai aku melihat apa yang menimpa orang-orang yang kucintai. Percayalah, banyak orang yang mengharapkanmu gagal. Karena itulah ini menyenangkan.” (Nenek memberikan senapan itu kepada Daphne)

Daphne : “Aku siap”

Nenek : “Tarik!” (Dooar tapi ternyata, tubuh Daphne terjatuh saat menembakkan senapan tersebut)

“Sayang, begitukah cara daerah Barat menang?”

Daphne hanya bisa tertawa saat itu. Kemudian ia langsung menuju kamarnya dan melakukan sesuatu agar terlihat indah dalam acara malam itu. Ia mengambil gunting dan mulai membuat sesuatu yang indah dilihat.

Malam tiba, ini saatnya untuk tampil didepan orang-orang untuk mengubah image liar yang telah melekat didirinya. Kini ia harus bisa terlihat menjadi seperti seseorang yang bisa dikatakan dari kalangan murni.

MC : “Lord Henry Daswood, Nn.Glynnis dan Nn.Clarissa Payne. Tn. Dan Ny.Edward Ashley. ”

Nenek : “Ayo Daphne, tarik nafas dalam dan ingat moto keluarga.”

Daphne : “Apa itu?”

Nenek : “Wekapudu thekatudu”

Daphne : “Apa artinya?”

Nenek : “Artinya adalah bertahanlah dan kau pasti menang.”

“Lady Jocelyn Dashwood, bangsawan dari Wycombe.” (setengah berbisik)

MC : “Lady Jocelyn Dashwood, bangsawan dari Wycombe”

Daphne : “Nona Daphne Reynolds....”

MC : “Nona Daphne Reynolds, 413 Mulberry Street, Chinatown, New York.”

Daphne langsung melepas bajunya bagian luar yang membuatnya terlihat aneh. Dan terlihatlah gaun elok yang indah setelah dirubah Daphne. Semua mata tertuju pada Daphne. Para wartawan terkagum-kagum dan menanyakan siapa yang membuat gaun milik Daphne. Daphne hanya bisa tersenyum saat di foto dan tak lama, Henry langsung ke tempat Daphne membawanya ke ruang tengah.

Henry : “Terima kasih. Itu sudah cukup.”

“Maaf, kau masih menjadi bahan berita baru.”

Daphne : “Mereka yang akan diluncurkan?”

Henry : “Ya. Peach dan Pear Orwood. Putri Lord Orwood. Ia ketua partai pemilihanku. Sebenarnya ia hanya mencintai lampu kristal itu. Jangan sampai kau ketahuan memandang lampu itu. Ia akan menceritakan kisah bosan dimulai dari Napoleon yang memberikannya kepada Josephine di Pertempuran Borodino. Ceritanya lebih panjang dari pertempurannya.”

Daphne berpisah dengan Henry, karena tidak mungkin Daphne selalu megikuti kemana Henry pergi. Dan semua terasa membosankan bagi Daphne hingga ia memdengarkan sebuah nyanyian indah. Dan ternyata itu Ian. Ian menjadi penyanyi utama dalam pengisi acara disini. Daphne terkagum melihat sosok Ian. Ia maju ke depan pangung melihat Ian yang sedang asyik melantunkan nyanyian. Tanpa sepengetahuan Daphne, Nenek melihat jelas tatapan Daphne kepada Ian. Nenek tersenyum melihatnya, itu bukan tatapan dan senyuman yang biasa. Daphne melihat dengan cara yang berbeda.

Setelah selesai bernyanyi, Ian turun dari pangung dan Daphne langsung berjalan kebelakang dan bertemu dengan Clarissa yang sedang berdumal keras.

Clarissa : “Pesta ini benar-benar membosankan.” (setengah berteriak)

Daphne : “Kamu tidak boleh seperti itu, pesta ini tidak membosankan.”

Clarissa langsung saja pergi meninggalkan Daphne sendiri. Daphne langsung melihat keseluruh ruangan. Memang betul yang dikatakan Clarissa, pesta itu sangat membosankan. Daphne langsung memilih untuk mencari Ian keluar agar bisa membuat pesta itu terasa lebih menarik ya paling tidak, tidak membosankan seperti yang terasa saat itu.

Ian : “Mencari aku?”

Daphne : “Tidak, aku mencari toilet.”

Ian : “Di teras luar?”

Daphne : “Baiklah, aku tertangkap basah.”

Ian : “Coba ku tebak, kau akan hilang lagi tanpa meninggalkan sepatu kaca?”

Daphne : “Sekarang Cinderella sudah punya Ayah, ia takkan kemana-mana.”

“Lagumu indah sekali.”

Ian : “Terima kasih. Tapi tak bisa memeriahkan pestanya. Gadis-gadis malang. Kasihan mereka. Persta membosankan seperti ini bisa menghancurkan pergaulan mereka.”

Daphne : “Bagaimana kalau kita meriahkan pestanya sedikit? Kita memulainya.”

Ian : “Pertama, aku bisa dipecat. Dan kedua, aku bisa dipecat.”

Daphne : “Ayolah.”

Ian : “Tidak.”

Daphne : “Pengecut.”

Ian : “Tidak.”

Daphne : “Demi aku.”

Ian : “Baiklah. Kita mulai.”

Ian langsung memulainya. Ia membawakan lagu yang memiliki beat cepat. Sedang Daphne mulai mengajak orang-orang menari. Awaknya tak ada yang ingin ikut. Tapi, setelah Daphne menambahkan volume bassnya dan menari dengan indah, orang-orang mengikutinya termasuk Neneknya. Semua menari-nari dengan indah. Pesta itu tak lagi terasa membosankan.

Tiba-tiba Brook kristal milik Lord Orwood terjatuh. Semua menjadi hening. Dan

Henry : “Kita pulang. Ayo!”

Semua wartawan langsung mengejar Henry. Tapi untung Henry dan Daphne bisa pergi terlebih dahulu. Sesampainya di rumah, Henry langsung menuju ruang kerjanya dan membuka album foto yang telah diberikan Daphne. Henry tertegun sekaligus tersenyum memandang foto-foto Daphne di masa kecilnya bersama Libby.

Henry : “Ini tak masuk akal.”

Henry mulai merasa kalau ia harus menjaga Daphne sepenuhnya. Henry langsung menuju kamar Daphne dan memperhatikan Daphne yang sedang tertidur pulas. Saat itu tanpa sengaja Henry melihat tato bulan bintang yang dimiliki Daphne. Tapi Henry tetap tersenyum melihatnya.

Paginya, keadaan di ruang makan langsung heboh begitu saja.

Glynnis : “Kau baca koran? Beritanya tersebar, kita harus lakukan sesuatu.”

Henry : “Semua orang pasti lega lampu kristal itu hancur.”

Glynnis : “Apa yang kamu makan Henry?”

Henry : “Namanya, Coco Pops.”

Daphne : “Pagi.”

Clarissa : “Ada yang ingin topi baja? Mungkin saja benda tajam akan jatuh dari langit.”

Daphne : “Maafkan aku semalam. Aku hanya ingin menolong mereka.”

Glynnis : “Dari mana kau temukan lagu memuakkan itu?”

Henry : “James Brown, 1976 masuk di urutan ke 14.” (semua terdiam dan memandangi Henry)

“Aku tak tahu lagu apa itu.”

Kring...kring...telepon berbunyi, Glynnis segera mengangkatnya. Dan ia melihat ke arah Henry dan Daphne yang duduk berdekatan. Mereka sama-sama makan roti dengan gaya yang sama. Sungguh membuat Glynnis terkejut dan juga merasa Woow....

Daphne : “Musik apa yang kau sukai semasa mudamu?”

Henry : “Sebelum bumi mendingin?”

Daphne : “Ya. Apa grup kesukaanmu tahun 70-an? Jangan katakan Bee Gees.”

Henry : “Namanya Little Feat. Sudah enam kali ku tonton konsernya. Aku ingat dulu pernah...”

Glynnis : “Henry, ini jam 08:15 dan kau harus rapat di Westminster jam 09:15.”

Henry : “Ya kau benar.”

Daphne : “Sampai nanti.”

Henry langsung pergi meninggalkan Daphne dan Glynnis di ruang makan. Dan ternyata, diluar telah menuggu sosok Ian. Ia datng untuk menjemput Daphne.

Daphne : “Apa? Jangan biarkan dia masuk, aku belum berdandan!”(berteriak-teriak tidak jelas)

“Apa harus kupakai?”

Henry yang sedang dalam perjalanan keluar rumah terkaget saat membuka pintu. Ia heran melihat motor siapa yang parkir di halaman rumahnya. Dan ada yang berdehem didalam.

Ian : “Hmmhhm... Halo, Pak. Ian Wallace. Aku datang menjemput Daphne.”

“Apa kabar?”

Henry : “Baik. Siapa kau?”

Ian : “Aku musisi. Semalam aku ada di pesta itu.”

Henry : “Kau anggota band itu?”

Ian : (mengangguk)

Henry : “Sekarang kau dan Daphne...?”

Ian : “Akan kawin lari? Ya. Aku tahu ini mendadak, tapi setelah semalam, aku tak bisa mundur.”

Henry : “Kau bercanda?”

Ian : “Ya, Pak.”

Henry : (tersenyum)

Daphne : “Heeiii... Jangan menungguku Henry.”

Ian : “Sampai nanti.”

“Baiklah, kita perlu sedikit hiburan.”

Daphne : “Jangan hanya sedikit.”

Ian : “Serahkan saja semua padaku.”

“Kau siap? Ayo kita berangkat!”

Berangkatlah Daphne dan Ian dari rumah besar itu dengan motor milik Ian. Sedang Henry yang sempat berlari keluar rumah untuk melihat Daphne, kini kembali masuk ke dalam rumah.

Sedangkan Daphne dan Ian menikmati hiburan yang mereka lakukan. Mereka datang ke pasar tepi sungai London. Disana terdapat berbagai macam benda menarik, lucu dan pastinya dengan harga terjangkau.

Ian : “Kau harus coba ini. Enak sekali kebabnya. Ini.”

Daphne : “Terima kasih. Ini keren sekali!”

“Aku suka ini. Astaga, aku suka sekali ini.”

Ian : “Ya. Tempat ini barang-barangnya indah. Cocok untukmu. Biar aku yang bayar.”

Daphne : “Kau yakin?”

Ian : “Tidak apa-apa, sungguh.”

Mereka masuk ke berbagai toko-toko yang indah disana. Membeli benda-benda lucu untuk dimiliki Daphne. Hingga akhirnya mereka beristirahat dari jalan-jalan dengan menaiki sampan berdua menyusuri sungai.

Daphne : “Terima kasih sudah membelikan gelang.”

Ian : “Tidak apa-apa”

Daphne : “Hari ini benar-benar menyenangkan. Aku membutuhkannya.”

Ian : “Bagus, senang kau menikmati.”

Daphne : “Mulai sekarang aku akan sopan.”

Ian : “Seperti apa?”

Daphne : “Entahlah, gadis remaja yang anggun. Kejadian semalam takkan terulangi lagi.”

Ian : “Baiklah, aku memilihmu untuk membantuku.”

Ian memilih untuk mengajarkan keseimbangan kepada Daphne. Diatas sampan, Ian meminta Daphne untuk segera...

Ian : “Bagus, sekarang melangkah pelan ke belakang.”

Daphne : (hampir terjatuh) “Wooaw”

Ian : “Ternyata sulit sekali bagimu, coba pegang ini.”

Daphne : “Kau harus berpikir anggun, kau harus seimbang. Kau harus memikirkan keseimbangan. Lihat.” (Ian mempraktikkan sedikit gerakan memberi hormat)

Daphne : “Bagus. Jadi, Obi-Wan, dari mana kau belajar tata cara kesopanan ini?”

Ian : “Kalau kau benar ingin tau, percaya atau tidak ibuku juga seorang bangsawan.”

Daphne : “Sungguh?”

Ian : “Ya. Lalu ia memilih untuk menikah dengan orang biasa. Mungkin orang tuanya mencabut gelarnya. Tapi mereka kasihan padaku, cucu keturunan campuran mereka. Mereka menyekolahkanku di sekolah mahal, mengikutkanku ke klub. Sampai suatu hari aku sadar semua itu kemunafikan.”

Daphne : “Dan orang tuamu?”

Ian : “Mereka miskin sekali tapi bahagia sekali. Sekarang cukup istirahatnya, dan kita lihat penampilanmu.”

Daphne : “Baiklah.”

Ian : “Sekarang temukan titik imbangmu. Bagus. Sekarang.”

Daphne terjatuh dan mereka berdua tertawa. Mereka merasakan hari yang sangat indah saat itu. Mereka dapat berdua berbagi banyak hal dan mereka juga bisa merasakan kedekatan seperti sekarang. Semua seperti hal terbaik yang pernah mereka rasakan. Mereka saling jatuh cinta.

Ian : “Kau tahu apa yang masih belum ku mengerti? Kenapa kau berusaha keras untuk diterima sedangkan kau suka membangkang?”

Daphne hanya tersenyum mendengarnya. Sedangkan di Amerika, telepon di rumah Libby berdering. Dengan segera Libby mengangkat telepon tersebut dan ternyata.

Libby : “Halo?”

Henry : “Lima jam lalu puterimu pergi naik motor dan sampai kini belum ada kabar darinya.”

Libby : “Maksudmu ia berkencan?”

Henry : “Entah, aku tak berani membayangkannya. Anak itu anggota sebuah band.”

Libby : “Sungguh? Hebat. Coba ku tebak, apa ia penabuh drum?”

Henry : “Ini serius, Libby.”

Libby : “Seingatku, aku juga pernah bersenang-senang di boncengan motormu, Henry.”

Henry : “Ya. Tapi ini lain.”

Libby : “Aneh sekali betapa mudahnya merasakannya, bukan?”

Henry : “Apa?”

Libby : “Mencemaskan anakmu.”

Henry : “Pernahkah kekhawatiran itu pergi?”

Libby : “Tidak, Henry.”

Mereka berdua terdiam sejenak. Tiba-tiba terdengar suara dari kejauhan...

Glynnis : “Henry...Henry...Henry...”

Henry : “Libby, maafkan aku, aku harus pergi.”

Glynnis : “Sayang, ini sangat penting. Aku baru saja berbicara dengan penerjemah Beduin. Rupanya ada drum khusus yang mengindikasikan suatu pernikahan. Sedangkan suku yang lain, mereka hanya digunakan hanya untuk ritual kawin.”

Henry : “Ini dunia lain?”

Glynnis : “Kau tak mengerti maksudku? Bisa dikatakan kau dan Libby tidak pernah menikah. Jadi tidak ada yang akan mengganggu rencana pernikahan kita. benarkan, Sayang? Itu berita baik bukan? Henry!”

Tak ada jawaban dari Henry. Ia hanya diam.

Beberapa hari kemudian, saatnya acara lomban pacu sampan. Kali ini Daphne siap untuk tampil di depan umum dengan dirinya yang baru, yang lebih anggun dan lebih dewasa. Tak ada lagi paparazi yang mengincar beritanya yang lalu. Tapi dia harus tetap jaga jarak dengan Ian, yang saat itu menjadi seorang juru parkir. Para wartawan pasti heboh jika melihat seorang juru parkir dan Daphne sedang berdua.

Daphne bisa menjaga hal itu, hanya saja saat itu ia diganggu oleh seorang anak bangsawan lainnya, Armistead Stuart, teman dekat Clarissa. Sayang, Armistead tidak bersikap seperti bangsawa pada umumnya, dengan lancang ia mengoda Daphne, ia juga dengan lancang memonyongkan mulutnya di dekat pipi Daphne. Dengan sigap Daphne memukulnya dan...

Alistair : “Henry lakukan sesuatu!”

Daphne : “Jangan pernah memonyongkan bibirmu di depanku brengsek! Kau sama sekali bukan orang yang baik dan didambakan!”

Henry langsung membawa Daphne berjalan keluar dari tempat acara tersebut.

Alistair : “Henry...Henry...”

Tanpa menghiraukan panggilan penasehatnya, Henry tetap berjalan menyusuri para wartawan. Ia mencari Ian.

Henry : “Berikan kunci motormu, cepat!”

Ian : “Apa? Ini! Ada apa?”

Daphne : “Kau tahu cara mengendarai... Awas!”

Dengan cepat, Henry langsung mengebut menggunakan motor Ian. Ia hanya bisa melakukan itu untuk menyelamatkan diri dari kejaran wartawan. Mereka langsung menuju taman kota.

Henry : “Ini tindakan yang paling gila yang sudah lama tidak aku lakukan.”

Daphne : “Aku tak tahu apa maksudmu, tapi aku lega. Kau harus lebih sering melakukannya.”

Henry : “Aku tak ingat kapan terakhir kali aku berjalan bertelanjang kaki.”

Daphne : “Kau tak suka membenamkan kakimu di pasir? Kau tahu ini penghalus kulit alami? Kata ibu jika bisa berjalan di pantai dan memegang cat kuku. Tak ada alasan untuk pergi merawat kaki.”

Henry : “Bicaramu persis ibumu.”

Daphne : “Terlalu mirip?”

Henry : “Ia bahagia?”

Daphne : “Kurasa begitu. Maksudku, aku tahu kadang ia merasa kesepian tapi kurasa ia tenang dengan kehidupannya sekarang.”

Henry : “Aku senang mendengarnya.”

Daphne : “Aku ingin bisa seperti ibu. Apa yang kita lakukan selanjutnya?”

Mereka berdua pergi ke pasar tepi sungai tempat Daphne dan Ian berkunjung kemaren. Disana mereka...

Daphne : “Tatto Henna.”

Henry : “Tidak.”

Daphne : “Ya.”

Henry : “Tidak mungkin.”

Daphne : “Ingin di tato Henna atau ditindik?”

Henry : “Sebaiknya ini saja.”

Daphne : “Bagaimana?”

Henry : “Aw...aw..aw...”

Daphne : “Henry? Sepertinya tak menyenangkan?”

Henry : “Bagaimana menurutmu?”

Daphne : “Ini hanya dari Henna!”

Mereka mengunjungi toko baju, disana mereka mencoba berbagai jenis baju yang cocok untuk dibeli. Mereka juga pergi ke toko musik. Disana mereka mendengarkan berbagai lagu-lagu lama menggunakan piringan hitam.

Daphne : “Apa ini?”

Henry : “Sudah kubilang aku dulu bergaul.”

Daphne : “Ya.”

Henry : “Dulu aku seperti mereka ini.”

Daphne : “Lihat ini bagus.”

Henry : “Sudah lama kucari, album Coo Coo Ow! Musik mereka aneh dan keren. Aku ingat lagunya, “Doris”.”

Daphne : “Ayo Henry!”

Henry : “Aku tidak mau melakukannya.”

Daphne : “Ayo, lakukan saja.”

Henry : “Jangan. Tidak.”

Daphne : “Ayo mengangguk!”

Henry : “Tidak. Baiklah. Ayo kita pergi.”

Mereka pulang dan sayang, mereka tidak bisa menggunakan pintu depan. Terlalu banyak wartawan menunggu berita dari mereka. Akhirnya mereka memanjat dari dinding samping. Dan ternyata, Henry masih terbawa suasana saat melakukan kegilaan dengan Daphne tadinya. Ia menggunakan celana kulit lama miliknya yang penuh dengan bling-bling dan menggunakan sebuah anting. Dan saat bercermin, Henry melakukan aksi-aksi gilanya saat dulu bermusik...

Glynnis : “Woow”(terkaget)

Henry : “Aku ingin memastikan, apa celana kulit ini masih muat. Sepertinya masih.”

Glynnis : “Siapa kau? Apa yang kau lakukan pada tunanganku? Aku ingin Henry-ku yang dulu kembali.”

Henry tak terlalu memperdulikannya, ia malah kembali bergaya seperti bintang rock di depan cermin. Inilah yang kesenangan yang nyata dirasakan Henry setelah puluhan tahun berlalu.

Keesokkan harinya ia malah harus berhadapan dengan wartawan yang menanyai perihal perilaku Daphne, penurunan pengumpulan suara untuk menjadi anggota Parlemen dan juga harus berhadapan dengan penasehatnya yang begitu kecewa padanya. Tidak hanya itu, saat itu banyak badan yang menggagalkan rencananya agar Henry memberikan pidato untuk memberi sekedar motivasi. Tak banyak yang bisa dilakukan Henry, ia menerima saja apapun yang akan terjadi.

Sesampainya dirumah, Henry langsung meminta Daphne untuk berbicara bersamanya.

Henry : “Daphne, kita bisa bicara?”

Daphne : (tak menjawab apa-apa)

Henry : “Ini adalah Brigadir Sir Dashwood Roderick, dia kehilangan mata di pertempuran di Boyne. Dan ini Marshal Tempur Bingley Dashwood, dia kehilangan lengannya dalam Pertempuran Sungai Nil. Paman Alfred tidak pernah berbicara tentang apa yang hilang tapi dia jarang duduk.”

Daphne : “Aku kehilangan amandelku. Aku juga pantas dilukis?”

Henry : “Dengar, Daphne. Sebagian beban dari anggota keluarga ini adalah beberapa peraturan sikap yang harus dimiliki. Dan jika ia gagal, maka itu akan menjadi...”

“Aku senang sekali dengan kebersamaan kita. Sungguh, tapi ada beberapa keadaan yang rumit, dan...” “Kau sebagai anakku, harus...”

Daphne : “Aku harus berubah. Tidak apa-apa, aku mengerti. Aku juga keluarga Dashwood, bukan?”

Henry : “Ya. Ya, kau benar.”

Henry meninggalkan Daphne sendiri di dalam ruangan itu. Kini Daphne benar-benar sadar kalau dia harus berubah. Daphne tidak boleh membuat Henry kecewa lagi. Sudah banyak hal yang dia perbuat hingga menghancurkan reputasi Henry di Partai Politik. Daphne harus berubah demi dirinya, Libby dan Henry.

Daphne : “Apa yang kau lihat? Aku bisa melakukannya.”

Semua hal yang berhubungan dengan Daphne anak yang liar telah dibuangnya, kini yang tinggal hanya Daphne yang anggun, dewasa dan patut jadi contoh. Ia kini sudah menjadi Bintang di berbagai acara, seperti Bintang di Pacuan Ascot. Dan Lord Dashwood atau Henry kini juga mendapatkan pengumpulan pendapat yang tertinggi. Semua menganggap Henry teladan pemimpin yang dicari. Bahkan ia pun merelakan keinginannya untuk berkencan dengan Ian.

Ian : “Hei. Kau takkan memakai itu ke konser The Strokes, bukan?”

Daphne : “Oh, Tuhan, aku benar-benar lupa. Aku sibuk sekali.”

Ian : “Tidak apa-apa. Aku tunggu kau ganti pakaian.”

Daphne : “Aku tak bisa pergi. Kami akan ke pesta kebun Ratu.”

Ian : “Ya, tapi...”

Daphne : “Maafkan aku.”

Ian : “Tidak apa-apa. Hubungi aku, ketika Daphne sudah kembali ke tubuhmu.”

Ian yang kesal meninggalkan Daphne begitu saja. Daphne tahu ia salah, ia tidak bisa menepati janjinya, tapi sebenarnya ia juga kecewa karena tidak bisa pergi bersama Ian. Tapi inilah salah satu bentuk pengorbanannya agar bisa menjadi keluarga Dashwood seutuhnya. Di pesta kebun Ratu, Daphne bersikap sangat sopan. Walau anjing milik Putri Charlotte datang mendekatinya, ia tetap berusaha untuk tidak menghiraukan gong-gongan anjing itu. Sikapnya sangat manis, hingga banyak bangsawan yang memuji sikapnya.

Dan kini, saat yang ditunggu-tunggu pun tiba, pesta perkenalan Daphne. Dan sebelum itu dilakukan Nenek mengajak Daphne untuk berbicara dahulu sebentar.

Nenek : “Ini mahkota yang aku pakai di Pesta Perkenalanku. Clarissa sudah berbulan-bulan mengincarnya. Tapi aku ingin memberikannya kepadamu.”

Daphne : “Indah sekali.”

Nenek : “Semoga membuatmu menjadi putri. Tapi kau tahu, bukan mahkota yang menjadikan seseorang Ratu. Tapi dari sini.” (menunjuk ke arah hatinya)

Malam itupun tiba. Daphne tampil dengan begitu indahnya. Apalagi dengan menggunakan mahkota pemberian Neneknya. Menbuatnya menjadi seperti seorang Puteri Raja. Perlahan ia menuruni tangga. Henry dan Nenek bangga melihatnya. Dan Henry segera menyambut Daphne.

Henry : “Daphne. Kau kelihatan...”

Daphne : “Lain?”

Tanpa banyak bicara, Henry langsung membawa Daphne ke ruang tengah. Disana ia melihat Ian yang mengisi acara di pangung. Daphne langsung mendatangi Ian dan...

Daphne : “Hei...”

Ian : “Hi.”

Daphne : “Kita bisa bicara sebentar?”

Ian : “Ini pestamu. Kau bisa melakukan apa saja.”

Daphne : “Ian. Aku tak bermaksud...”

Ian : “Aku tak mau mendengar apapun, Daph.”

“Apa yang terjadi dengan kamu yang dulu? Kau yang sebenarnya?”

Ian tak lagi memperdulikan Daphne. Daphne hanya bisa terdiam dengan sikap Ian tersebut. Daphne berjalan ke arah pintu masuk. Dan...

Daphne : (Daphne berlari kecil) “Ibu!” (langsung memeluk ibunya)

“Sedag apa ibu disini?”

Libby : “Menurut Jocelyn kau perlu teman sementara diumpankan buaya-buaya.”

“Kau cantik sekali, sayang.”

Daphne : “Lihatlah dirimu, Ibu.”

“Ayo.”

Mereka berdua berjalan ke tempat Henry berdiri.

Libby : “Halo, Henry.”

Henry : “Libby.”

Glynnis : “Luci. Aku Glynnis, tunangan Henry.”

Libby : “Namaku Libby. Dan selamat.”

Glynnis : “Kejutan menyenangkan sekali. Aku lihat kau tidak berpendamping. Henry, carikan seseorang untuk menemani Luby berdansa.”

Daphne : “Libby, ingat? Dan kenapa ia tak memintanya sendiri untuk berdansa dengannya.”

Libby dan Henry langsung menuju ke lantai dansa. Sementara mereka berdansa berdua...

Alistair : “Hebat, semua orang penting datang ke undangan ini. Suara sudah di tangan kita”

Glynnis : “Kenapa Ayah begitu tenang? Ratu sebentar lagi datang dan calonmu berdansa dengan wanita itu.”

Alistair : “Henry tahu apa yang ia pertaruhkan.”

Glynnis : “Lagipula, lihat Daphne sekarang. Ia cukup berhasil. Ku pikir aku harus menyingkirkannya seperti Ibunya dulu, tapi...”

Daphne : “Apa kau bilang?”

Alistair : “Tidak.”

Daphne : “Kau bilang menyingkirkan Ibuku?”

Glynnis : “Itu hanya ungkapan, sayang.”

Daphne : “Kau yang membuat Ibuku pergi?”

Glynnis : “Sekarang bukan waktunya, Daphne. Jangan berdiri disini terus!”

Daphne : “Tapi, Glynnis...”

“Berani sekali dia!”

Glynnis : “Ayo!” (berusaha menarik Daphne)

Daphne : “Lepaskan aku, Glynnis.”

Glynnis : “Masuk kesini!”

Daphne : “Lepaskan aku! Glynnis!”

Glynnis : “Masuk kesini!”

Glynnis langsung menguncikan Daphne didalam gudang. Sedangkan diluar, tidak terlihat terjadi apapun. Libby dan Henry bercerita-cerita masa lalu masing-masing setelah berpisah.

Libby : “Ingat dansa ritual kita?”

“Kau begitu gila. Sampai mereka menyalahkanmu atas bencananya.”

Henry : “Kau hampir membuat kita ditangkap.”

Libby : “Kau terjemahkan permintaan maafku.”

Henry : “Dan itu bahaya sekali.”

Libby : “Aku tahu. Kau bisa menukarku dengan kambing.”

Henry : “Unta. Dan sampai sekarang tak pernah di antarkan.”

Libby : “Aku percaya padamu, Henry.”

Henry : “Itu masih belum cukup? Kau tak pamit padaku, kau hilang begitu saja.”

Libby : “Itu keinginanmu sendiri.”

Henry : “Apa? Aku ingin kau beri kesempatan.”

Libby : “Kau sudah ku beri waktu 17 tahun. Dan aku menunggumu selama itu.”

Merek berdua sama-sama terdiam, mencoba memahami apa yang telah terjadi.

Ian (MC) : “Sekarang, hadirin sekalian dansa tradisi Ayah dan Puterinya. Lord Dashwood?”

Henry : “Dimana Daphne?”

Libby : “Akan ku cari dia.”

Glynnis : “Oh, tidak. Ia hilang lagi?”

“Mungkin Clarissa bisa menggantikan. Kau tidak keberatan, bukan?”

Clarissa : “Tidak. Sekarang aku hampir jadi anakmu juga.”

Henry : “Aku akan...”

Dengan terpaksa, Henry berdansa bersama Clarissa, karena para undangan telah melihat dengan tatapan yang agak berbeda. Sedangkan Libby berusaha mencari Daphne.

Libby : “Daphne!”

Daphne : “Tolong! Aku tak boleh melewatkan dansa Ayah-Anakku!”

Libby : “Sayang?”

Daphne : “Tolong!”

Akhirnya Libby bisa menemukan Daphne dan membawanya keluar dari gudang. Daphne : “Teganya kau, Glynnis!”

Glynnis : “Kami tak ingin kekacauan.”

Libby : “Lepaskan tangan anakku atau bukan hanya ada kekacauan tapi bencana.”

Dan saat sampai di ruang dansa, Daphne malah sangat kecewa melihat Henry sedang berdansa dengan Clarissa. Hancur sudah semua impian Daphne. Henry yang baru tahu kalau Daphne melihatnya, langsung berhenti berdansa. Dan Daphne langsung menuju ke rempat Clarissa dan Henry berdansa.

Henry : “Daphne...”

Clarissa : “Apa yang kau lakukan?”

Daphne : “Memberikan apa yang pantas untukmu.” (Memberikan mahkota)

“Ambillah. Aku tak menginginkannya. Atau semua ini.”

Henry terdiam mendengarkan kata-kata Daphne. Tidak hanya Henry, tetapi juga seluruh orang yang berada didalam ruangan tersebut. Dan Daphne serta Libby langsung berlari kecil keluar ruangan tersebut. Saat di tangga, Henry berhasil menyusul mereka.

Henry : “Daphne..!Daphne..!”

“Tunggu.”

Daphne : “Jangan. Aku sudah tak ingin menunggumu lagi Henry.”

“Waktu kecil, setiap ulang tahunku aku berdandan dan berharap jika aku menjadi anak baik, kau akan datang dan menjemputku. Dan sekarang aku disini, bergaun indah sekali...dan kau ada disini.”

“Kau tahu apa yang ku rindukan? Aku rindu pada diriku sendiri. Aku akhirnya sadar bahwa ini sudah cukup.”

Henry : “Kau tahu Daphne, mungkin kita mengusahakan sesuatu yang ternyata tak berhasil.”

Ian (MC) : “Silakan berdiri untuk menyambut Sang Ratu.”

Daphne : “Pergilah. Tugas memanggil.”

Libby : “Ayo sayang!”

Daphne langsung pergi berkemas. Dan Henry kembali untuk menyambut tamu. Tak lama-lama, selesai berkemas, Daphne dan Libby langsung berangkat lagi ke Amerika. Melakukan apa yang seharusnya ia lakukan.

Sedangkan Henry saat acara usai, langsung menuju kamar Daphne. Ternyata kamar itu telah kosong. Daphne telah membawa barang-barang miliknya. Semua kembali terasa sepi tanpa kehadiran Daphne. Tak ada lagi yang menemani Henry memakan Coco Pops di saat malam. Tak ada lagi yang bisa dibawa untuk melakukan berbagai hal gila lagi.

Ian juga merasa sangat kehilangan. Walau sebelumnya sempat terjadi pertengkaran kecil. Tapi Ian tetap merindukan sosok Daphne. Tak ada Daphne, hidup Ian pun tak terasa berarti dan indah lagi bagi Ian. Ian tak tahu harus melakukan apa agar bisa bertemu Daphne lagi.

Daphne pun berkegiatan ini itu di Amerika tanpa gairah dan semangat. Terkadang, saat sebuah motor melaju, Daphne mengira kalau itu motor milik Ian, begitu Ian merindukan Ian dan Henry. Kini bagi Daphne, mungkin lebih baik ia tak pernah ke Inggris jika akhirnya seperti ini.

Besok saatnya bagi Henry untuk tampil didepan Pers mengkampanyekan dirinya. Malam itu, Nenek mendatangi Henry ke ruang kerjanya.

Nenek : “Kau juga tak bisa tidur?”

Henry : “Tidak. Aku sudah menghancurkan semuanya bukan?”

Nenek : “Sedikit. Selama 6 abad, keluarga ini telah mengorbankan diri untuk Inggris. Lengan, kaki, mata. Perang di Eropa berlumuran darah mereka. Jangan ikut tradisi itu. Kau tahu apa yang akan kau korbankan? Hatimu, Henry.”

Henry termenung mendengarkan kaimat-kalimat Ibunya. Ia memikirkan apa yang harus ia lakukan besok. Saat waktu itu tiba, semua orang menyambut kedatangan Henry dengan meriah. Henry didampingi Calrissa, Glynnis dan penasehatnya, Alistair.

Henry : “Terima kasih.”

“Selama beberapa minggu ini aku telah menerima banyak dukungan dan semangat dari pencalonan ini. Maka di kesempatan kali ini aku ingin berterima kasih pada anda semua. Mungkin anda sadar kami sudah menjadi berita utama di media. Mengenai sikapku. Selama ini aku sama sekali tidak bersikap seperti anggota parlemen. Aku sudah banyak memikirkan prioritasku dan kurasa sudah saatnya aku meluruskannya. Dan karena inilah aku dengan rendah hati mundur dari pencalonan. Mewakili anda merupakan kehormatan besar bagi karir politikku. Tapi aku tak mungkin melakukannya jika aku tak meyakininya. Maksudku... aku sudah berubah.ada satu hal yang menjadi aspirasi penting bagiku selain politik. Terima kasih.”

Henry keluar dari gedung itu. Semua terkagum pada Henry. Keputusan yang ia ambil sangat berani tapi juga menegaskan sesuatu. Tak ada yang kcewa kecuali...

Alistair : “Kau gila? Aku sudah melakukan apasaja untuk mengantarmu sejauh ini. Dan takkan ku biarkan kau sia-siakan begitu saja!”

Henry : “Kau bohong padaku, aku tahu kau bohong pada Libby. Jadi maaf, persetan dengan pendapatmu.”

Alistair : “Libby? Aku menghentikanmu dari penghancuran diri! Aku menyelamatkan reputasi keluargamu. Waktu aku tahu wanita itu hamil, aku tahu tindakanku benar.”

Henry : “Kau tahu tentang Daphne?”

Alistair : “Tentu! Sudah tugasku untuk tahu.”

(Henry memukul Alistair)

Clarissa : “Kakek! Kau tak apa-apa?”

Alistair : “Ya Tuhan.”

Clarissa : “Ini mengerikan sekali.”

Alistair : “Tutup mulutmu!”

Glynnis : “Henry, sayang! Aku tahu Ayah jahat, tapi bagaimana dengan aku?”

Henry : “Kau akan bertahan.”

Sedang di Amerika, Daphne bekerja di pernikahan sebagai Waitress dan Libby menjadi penyanyi pernikahan. Tapi kali itu Daphne tidak bisa bekerja dengan baik, karena ia harus menyelesaikan tugas aplikasi untuk kuliahnya di NYU. Dan saat waktunya dansa antara pengantin wanita dan ayahnya. Daphne tertegun membayangkan Henry. Entah kenapa bayangan itu menjadi seperti nyata dimata Daphne. Dan ternyat, Libby juga melihat Henry, itu bukan sekedar bayangan. Tapi suatu kenyataan Henry berada di pesta pernikahan tersebut. Henry berjalan menuju tempat Daphne.

Daphne : “Apa yang kau lakukan disini?”

Henry : “Aku datang karena... Aku ingin mengatakan sesuatu yang penting padamu. Dan semoga aku bisa... Aku sudah menulisnya di pesawat. 200 kali, seperti kau... Pada saat. Tadi masih ada. Yang ku tulis adalah Aku cinta kamu, Daphne. Ayah menyayangimu. Maafkan aku. Aku takkan merubahmu, apapun itu. Seujung rambut pun. Tidak demi apa pun...”

Daphne : “Aku mencintaimu Ayah!”

Henry : “Bolehkah Ayah berdansa denganmu?”

Daphne : (hanya tersenyum)

Henry : “Dengar, Daphne, ayah pikir kau sedang bersedih, ayah bawakan hadiah besar untukmu.”

Daphne : “Aku tak mengerti.”

Ian : “Aku boleh menyela?”

Henry meninggalkan Daphne dan Ian berdua saja. Ia mendatangi Libby.

Libby : “Kau tak pernah ingin aku pergi, bukan?”

Henry : “Tak pernah ada pria lain, bukan? Aku minta maaf yang sebesa-besarnya padamu.”

Libby : “Kau pikir aku menunggu 17 tahun untuk mendengar maafmu?”

Akhirnya, aku bisa berdansa dengan Ayahku. Tentu saja, dansaku terganggu dengan kedatangan pacarku. Dan, orang tuaku mulai berkencan. Tapi, terkadang keadaan tak terjadi seperti keinginanmu. Malah bisa lebih baik.

Kalau kalian ingin tahu bagaimana keadaan Clarissa dan Glynnis, jangan khawatir, hidup mereka seperti yang semestinya. Begitupun Alistair, ia menjadi pemandu wisata. Hanya sedekat ini ia bisa mendekati parlemen. Orang tuaku menikah lagi, kali ini secara sah, sepertinya. Dan aku, aku tak kuliah di NYU. Tapi sebelum kaian kecewa, aku diterima di Oxford. Apa lagi yang bisa ku katakan? Ayah dan anak sama saja. Ini kisahku yang berakhir bahagia selamanya.

Comments (1)

On 23 Maret 2012 pukul 10.30 , Anonim mengatakan...

Hei..aku juga suka crita ni...
aku lagi cari dvd.ny ni..;-)
seno_0890@yahoo.co.id
kalo smpet hub aq ya..:-b