Hari libur panjang pun telah datang untuk menenangkan pikiran kami yang telah suntuk belajar belajar di sekolah. Rencananya kali ini aku, Vina, Tommy, Reno dan juga adikku tersayang Gavin akan pergi berjalan-jalan sekaligus melihat kebiasaan masyarakat di daerah yang selama ini belum kami ketahui sedikitpun, yaitu kota Palembang. Di sana kami akan tinggal di rumah kakakku yang kebetulan juga tinggal di Palembang. Setelah mengetahui bahwa kami semua bisa berkumpul di Palembang, aku dan saudara-saudaraku sangat merasa senang girang yang mungkin takkan terhingga. Dan ternyata kami semua akan berangkat ke Palembang dua hari lagi naik bus.

Aku, Vina, Tommy, Reno dan Gavin pun sudah mulai sibuk untuk menyipakan segala sesuatu yang akan dibawa nanti dan tentunya hanya barang yang perlu-perlu saja yang akan dibawa. Dan akhirnya besokpun menjadi hari keberangkatan bagi kami, kami semua semakin merasa senang dan tak sabar menunggu hari esok datang. Malam hari sebelum kami berangkat, bibi membantu aku dan saudara-saudaraku untuk melihat kembali barang-barang yang akan dibawa besok. Ternyata Gavin hanya membawa hal-hal yang tidak diperlukan saja, dia hanya membawa beberapa mainan dan makanan-makanan yang ia sukai. “Pantas saja tas kamu ringan dan nggak penuh ya Vin, tenyata kamu hanya membawa benda-benda yang tidak penting….”kata Tommy dengan nada yang sedikit tinggi. Maklum saja dia bilang begitu karena saat itu sudah pukul 22.07 WIB dan besok mereka harus berangkat pagi-pagi pukul 05.30 WIB.”Tommy Tommy kamu nggak ingat ya kalau Gavin itu masih belum bisa melakukan hal yang seperti ini, kamu maklumi saja ya..”kataku dan Bibi pun langsung mengajak kami untuk membantunya membereskan pakaian Gavin. Selesai melakukan hal itu, kamipun tidur agar besok bisa bangun pagi-pagi.

Pagi pun telah datang dan kami semua telah siap untuk melakukan perjalanan panjang yang memakan waktu sekitar 20jam. Bibi juga ikut ke Palembang, karena kalau kami tidak di awasi nantinya bisa membuat susah sajakan. Di dalam perjalanan, kmi hanya berhenti dua kali, yaitu di daerah sekitar perbatasan antara Sumbar-Jambi dan satu lagi di daerah Palembang. Dalam pemberhentian itu kami hanya diberikan waktu untuk menunaikan ibadah shalat dan makan. Sehingga waktu-waktu itu kami gunakan se-efisien mungkin. Tak banyak yang dapat kami lihat disana karena waktu kami yang sangat terbatas. Dan menurut kami budaya masyarakat di sekitar itu hampir sama saja dengan budaya yang ada pada kita. Ternyata itu salah, karena kata salah satu penumpang yang cukup mengenal daerah tersebut masyarakatnya sangat patuh kepada adat yang ada tetapi tidak mau mematuhi hukum. Saat malam hari, aku melihat masyarakt asli suku Jambi dan aku berkata” Vin, ternyata mereka masih tidak malu ya, menggunakan pakaian asli daerahnya. Vina menjawab ”kelihatannya sich begitu ya Ta..” Karena sudah larut malam sekali mata aku, Vina, dan yang lainnya pun tidak bisa terus terjaga hingga akhirnya kami semua tertidur.

Setelah pagi dan waktu shalat subuh datang, kami semua pergi untuk melaksanakan kegiatan wajib itu. Dan beberapa jam setelah itu kami sampai juga di Palembang dan ternyata kakakku bersama suaminya telah menunggu kedatangan kami di pool mobil bus yang kami tumpangi. Kami pun langsung pergi ke tempat tinggal kakakku, di perjalanan menuju rumah kami semua bercerita tentang perjalanan kami yang melelahkan itu. Setelah cukup lama bercerita di atas mobil akhirnya kami semua sampai di rumah kak Cipen. Karena melihat wajah kecapekan yang timbul di wajah kami akhirnya, kakakku memutuskan istirahat dahulu sebelum pergi melihat-lihat hal-hal yang ada di Palembang.

Akhirnya sorepun telah datang dan kami pergi melihat-lihat daerah yang ada di sekitar daerah tersebut. Karena tidak memiliki waktu yang cukup banyak, kami hanya bisa melihat kantor sekaligus kediaman Gubernur Sumatera Selatan yang terlihat megah. Maghrib pun datang, jadi kami memutuskan untuk pulang dahulu untuk shalat, setelah shalat dan makan malam kami melanjutkan perjalanan kami melihat kota Palembang pada malam hari. Kami semua melihat Jembatan Ampera yang penuh cahaya lampu berwarna-warni, lalu kami melihat Mesjid yang paling megah di Palembang dan di dekatnya ada sebuah air mancur yang dihiasi lampu-lampu berwarna hijau dan merah. Malam itu kami sangat kagum kepada kota itu karena terlihat indah, anggun, dan menawan. Mengakhiri jalan-jalan malam itu, kami pergi ke Mpek-Mpek Pak Raden yang terkenal enak. Di sana kami tidak mencicipi mpek-mpek khas Palembang, tetapi menikmati makanan yang bernama tekwan yang seperti soto tetapi berbahan inti ikan ataupun udang.

Esoknya kami semua pergi ke daerah perindustrian yang besar di Indonesia, yaitu Industri Pupuk Sriwijaya. Kami juga melihat sebuah SMA yang terbaik di sana, untuk dapat sekolah disana, kita membutuhkan biaya yang sangat besar karena biaya sekolahnya mencapai ratusan juta rupiah. Kami juga tak lupa pergi ke Kuto Besak Sriwijaya. Yang mana di situ terdapat peninggalan-peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya. Dan ternyata hari pun telah semakin sore dan semuanya berpikir untuk pulang saja dan melanjutkannya lagi lusa. Karena besok semuanya istirahat di rumah agar liburannya tidak menyebabkan sakit dan melelahkan.

Ternyata biarpun aku dan saudaraku tidak pergi keluar dengan kendaraan untuk melihat-lihat keadaan di daerah Palembang. Aku, Vina, Tommy, dan Reno tetap saja pergi dari rumah untuk melihat situasi dan kondisi di sekitar daerah tempat tinggal kak Cipen. Kami berkeliling di perumahan yang besar itu. Kami melihat banyak orang dari bebagai kalangan, daerah, dan kepercayaan. Di perumahan itu memang ada berbagai jenis kalangan dari orang yang kaya sekali hingga sederhana, yang berasal dari daerah Yogyakarta hingga Padang, dari yang beragama Islam hingga Budha, dan banyak lagi yang berbeda. Mereka tetap saja akur dengan tetangganya tanpa memikirkan perbedaan yang ada. Mereka juga telihat saling mempercayai satu sama lain. Setelah capek berkeliling perumahan, aku dan yang lainnya pulang ke rumah. Di rumah Tommy bertanya kepada kakakku,”Kak, kenapa orang-orang di sini bisa akrab satu sama lain tanpa membedakan apapun kak?” Kak Cipen menjawab “Itu semua karena orang di sini adalah orang yang berpendidikkan, jadi mereka tau apa gunanya mereka berkelahi dengan tetangganya sendiri. Kamu sudah taukan, kalo manusia itu makhluk sosial yang saling membutuhkan.” “Kalau itu sich aku tau kak, tapi apa pernah mereka tidak seperti yang kakak katakan tadi?”Vina langsung bertanya dengan rasa ingin taunya yang tinggi. Kakak menjelaskan ”Sepengetahuan kakak sich belum, karena mereka melakukan yang diajarkan di adatnya masing-masing, yaitu saling hormat menghormati dan harga menghargai. Ya sudah, sekarang Talita, Vina, Tommy, dan Reno, tidur dulu ya..sudah malam dan kasian adik kalian tidur sendiri.”Dengan serentak kami menjawab “Oke dech bos..”

Pagipun telah datang dan kami semua sudah siap melakukan perjalanan ke tempat- tempat yang ada dan bagus. Awalnya kami pergi ke Jembatan Ampera yang terlitas di atas sungai Musi. Palembang memang betul-betul kota wisata sungai, karena pagi-pagi saja, orang sudah banyak pergi berwisata menggunakan perahu. Dan kelihatannya masyarakat di sini juga mencari nafkah di sungai tersebut karena sebagian besar rakyat sudah memiliki perahu. Setelah asyik bermain di Sungai Musi, kami pergi ke stadion bola kaki yang kebetulan pada saat itu sedang sering digunakan pemerintah pusat sebagai tempat berlangsungnya pertandingan di Asian Cup 2007. wajar saja lapangan bola itu digunakan karena memang lapangan itu sangat bagus dan selau bersih. Dan yang bersih di sana tidak hanya lapangan bola saja, tetapi juga daerah dan jalan rayanya terlihat bersih. Mungkin itu karena kedisiplinan rakyatnya kepada hukum pemerintah yang berlaku.

Di sana juga terdapat banyak mall besar, tetapi kelihatannya peminatnya tidak terlalu banyak. Karena jumlah masyarakat yang tidak terlalu banyak, tetapi di daerah tersebut terdapat banyak mall, membuat banyak mall yang bangkrut. Persaingan ekonomi yang pesat membuat banyaknya mall di bangun dan membuat mall yang telah lama di bangun tidak di minati lagi oleh masyarakat sekitar. Karena persaingan ekonomi itu, setiap di bangun mall baru, maka mall yang lama akan diperkirakan bangkrut dalam waktu yang tidak terlalu lama. Persaingan ekonomi ini tidak hanya pada mall, tetapi juga pada hotel-hotel dan perusahaan swasta. Memang betul kalau persaingan ekonomi di kota-kota besar itu sangat pesat, tapi apakah di kota yang tidak terlalu besar hal itu juga bisa terjadi? Kalau bisa hal itu akan bisa membuat susah masyarakatnya saja bukan.

Hukum pemerintah yang berlaku di daerah ini memang sangat ketat, karena keadaan wilayahnya yang selalu bisa terlihat bersih tanpa ada terlihat sampah yang berserakan di sana-sini. Tidak hanya yang terlihat pada kebersihannya saja, tetapi juga kedisiplinan sekaligus kerja keras. Masyarakat di kota ini tidak boleh memberikan pengamen jalanan uang. Karena jika telah diberikan uang, para pengamen akan merasa malas untuk bekerja dan mungkin juga akan malas untuk belajar. Mereka menganggap untuk apa mereka susah payah mencari kerja kalau nyatanya dia bisa mendapatkan uang hanya dengan mengamen. Dan para pelajar juga akan malas untuk belajar di sekolah karena mengatakan untuk apa mereka belajar sekarang kalau nantinya tidak bisa mendapatkan pekerjaan dan menganggap lebih baik mereka mengamen di jalanan dari pada menghabiskan waktu untuk belajar. Karena masyarakatnya terlihat patuh akan hal itu, para pengamen mungkin akan lebih giat belajar dan mencari kerja. Dan pemerintah daerah di sana mengatakan bahwa jika pihak yang berwajib mengetahui ada orang yang memberi uang kepada pengamen, maka orang itu akan di bawa ke pos polisi dan akan dihukum. Mungkin saja rakyatnya bisa patuh kepada pemerintah jika pemerintah memberikan hukuman yang berat bagi pelaku dan jika para polisi selalu disiplin untuk melakukan tugasnya.

Kelihatannya, masyarakat di sini tidak hanya patuh kepada hukum yang berlaku saja, tetapi mereka juga senantiasa selalu tetap bersama dan mengamalkan adat istiadatnya dan menerima masukan dari luar. Karena masih banyaknya masyarakat Palembang yang tidak malu untuk menggunakan bahasa daerahnya dalam kehidupan sehari-hari dan bergaul dengan sesamanya. Biarpun mereka adalah para remaja yang sedang masa puber untuk menggunakan bahasa gaul, mereka terkadang juga masih menggunakan bahasa daerahnya tanpa rasa malu ataupun minder sedikitpun. Mereka juga tidak akan meninggalkan budayanya dengan membangun Rumah Limas sebagai tempat tinggalnya. Dan memang banyak perbedaan yang ada di daerah Sumsel dengan Sumbar.

Ternyata sudah satu minggu aku dan saudaraku berada di Palembang, dan besok kami semua akan kembali pulang. Memang sedih rasanya harus kembali ke rumah, tapi mau bagaimana lagi, waktulah yang memaksa semua ini. Karena sebentar lagi kami semua akan kembali ke sekolah untuk melanjutkan pelajaran ke tingkat yang lebih tinggi. Dan setelah selesai mengemasi barang-barang yang akan dibawa pulang, kami semua kembali tidur. Hari kepulangan kami kembali kerumah pun telah datang, dan hampir sama dengan saat pergi ke Palembang. Yang berbeda kali ini hanya kami berangkat sore hari, bukan pagi hari seperti saat pergi ke Palembang. Seperti saat pergi ke Palembang juga, kami berhenti dua kali di jalan untuk makan. Tapi karena kami pulang ke rumah menaiki travel, kami lebih cepat sampai di rumah dan perjalanan dengan bus yang 20jam berubah menjadi17jam. Kami akhinya selamat tiba di rumah pada pagi hari. Dan saat tiba di rumah dengan suasana yang lain dengan saat liburan semunya terasa sangat berbeda. Tommy pun akhirnya berkata “Memang betul ya, pepatah orang dulu.” Reno memberikan respon “Tentang apa?” “Tentang lingkungan?”kata Vina menambah pertanyaan. “Ya…”Tommy yang sedang berbicara terhenti sejenak mendengarkan Gavin berbicara ”Ya, tentang apa Bang?” Tommy kembali melanjutkanya “Ya tentang lingkungan yaitu LAIN LUBUK LAIN IKANNYA.” Aku langsung membenarkan dengan berkata ”Iya juga ya, karena daerah kita dengan daerah Palembang, maka adat istiadatnya pun juga akan berbeda, iya kan..??” Vina, Tommy, dan Reno serentak mennjawab “Iya juga ya..” Dan Gavin langsung mengucapkan “Oo… begitu ya…” Reno bertanya karena heran “Memangnya kamu ngerti Gav??” Dengan polos Gavin menjawab “Enggak…” Jawaban Gavin membuat kami semua tertawa dengan terbahak-bahak, “Gavin Gavin… sekali-sekali bicara kamu bisa membuat kami tertawa ya…”Ucap Vina dan mereka masih tetap saja terus tertawa melihat adiknya itu…




[[this is my first writings. funny huh? hahaahaa]]
Cinta tau ini keputusan yang salah baginya. Ia telah ceroboh mengambil keputusan, dan kini lihatlah akibatnya.

Saat itu…

Cinta merasa sendiri. Sahabat-sahabatnya kini telah sibuk dengan kegiatannya sendiri-sendiri dengan pasangan masing-masing dan dengan dunia masing-masing. Apalagi sebentar lagi akan diadakan ujian MID Semester dan selang beberapa bulan setelah itu ujian Semester menanti. Semua jadi tak ada waktu bersama untuk bercerita, dan Cinta mulai mencari kesibukkan sendiri.

Akhirnya Cinta mengikuti sebuah kompetisi bernyanyi sebagai utusan sekolahnnya. Setiap sepulang sekolah cinta selalu sibuk berlatih hingga sesaat dia bisa melupakan Aya. Walau saat malam datang Aya kembali menghampiri pikiran Cinta lagi. Tapi itu jauh lebih baik daripada Cinta menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak penting.

Disanalah perkenalan itu dimulai. Salah seorang teman dekat Cinta, Lia yang sama-sama mengikuti kompetisi itu mengenalkan Cinta dengan Divo. Awalnya Cinta tidak mau sedikitpun untuk dekat dengan Divo. Tapi Lia sedikit memaksa (mungkin karena paksaan Divo) dan berkata,

“Kenalan aja dulu Cin…gak ada ruginya kan. Toh kalau kamu gak suka setidaknya kamu bisa berteman aja sama dia.”

“Tapi Lia, Cinta gak bisa…..”

“Udahlah, dia gak bakal aneh-aneh kok. Kenalan aja ya. Nomor kamu aku kasih ke Divo ntar. Bye bye…”

Perbincangan di telpon yang singkat itu membuat Cinta memulai petualangan baru di perjalanan cintanya setelah sekian lama Cinta berpisah dengan Aya.

Lia tidak lagi menghubungiku, mungkin karena tugasnya telah selesai. Setelah saat itu Divo sering menghubungiku. Hingga akhirnya dia mengajak bertemu. Cinta tidak menolak karena dia hanya ingin bertemu sebentar saja di dekat sekolahnya. Pertemuan itu tidak membawa perubahan berarti akan sikap Cinta ke Divo. Cinta tetap menganggap Divo teman yang baik untuk diajak bercerita. Apalagi saat itu Cinta benar-benar sendiri kesepian dan tidak memiliki teman untuk berbagi.

Divo mulai sering bercerita ini itu dengan Cinta, seluruh tentang keluarganya, masa lalunya, dan semua kejadian hidupnya. Mereka mulai dekat, tapi Cinta selalu mencoba menjaga jarak, karena ia tau bukan Divo dan tak ada seorangpun yang bisa menggantikan Aya di hatinya. Tapi juga tak dapat diingkari kalau Divo dan Cinta juga nyambung apalagi kalau sudah bercerita. Divo selalu datang ke sekolah Cinta untuk menjemput Cinta pulang sekolah. Seperti biasa, Cinta selalu menolak tapi akhirnya mengalah juga karena ia tau tak baik menolak kebaikkan orang. Itu menjadi kegiatan rutin bagi Divo, walau rumah mereka tak searah dan bahkan berjauhan, walau jadwal mereka pulang sekolah selalu berbeda, Divo selalu rela menjemput Cinta dan rela menjemput Cinta dimana pun Cinta berada atau melakukan kegiatan.

Cinta memang tidak menolak kehadiran Divo, tapi Cinta juga tidak bisa menolak kehadiran orang yang selalu baik dan mau mengisi kehampaan hati Cinta. Dalam waktu singkat Divo dapat mengambil hati orangtua Cinta. Mungkin karena sikapnya yang gentleman dan berani serta sopan. Memang sedikit berbeda dengan Aya yang cukup takut jika berhadapan dengan orangtua Cinta. Itulah yang menjadi nilai plus untuk Divo.

Akhirnya Dibo menyatakan isi hatinya kepada Cinta. Cinta tidak langsung menjawabnya, Cinta meminta waktu beberapa hari untuk menjawabnya. Banyak yang Cinta pikirkan, apa Divo serius, apa hati ini masih bisa menerima orang lain, apa Divo tidak akan sakit hati jika mengetahui kalau hati Cinta tidak bisa berpaling dari Aya, dan apa salah jika menerima seseorang yang sama sekali tidak Cinta sukai atau bahkan Cinta cintai.

Keputusan yang salah itu telah diambil Cinta dengan menerima Divo menjadi pacarnya. Dengan alasan yang simple, karena Divo datang disaat Cinta kesepian, karena Divo begitu baik kepadanya, karena Divo dan dirinya selalu nyambung kalau bercerita. Dan Cinta tak sadar kalau itu hanya akan membuat salah satu diantara mereka sakit hati nantinya. Tapi ternyata Divo overprotective terhadap Cinta. Cinta risih akan hal itu. Dan ternyata Divo tau kalau Cinta sebelumnya sangat mencintai Aya yang ternyata juga adalah teman Aya sewaktu SMP. Cinta juga akhirnya tau satu hal kalau Divo juga tak bisa melupakan kenangan masa lalunya dengan mantannya. Dan Divo masih mencintai mantannya itu.

Dua orang menyatu tanpa Cinta dan masih ingin kembali kepada masa lalu mereka masing-masing, itulah mereka.

Walau cerita Divo dan Cinta sangat nyambung, dan walaupun Divo selalu bisa menghibur Cinta. Di saat sepi Cinta tak bisa mengingat Divo, di hanya teringat Aya. Di saat malam yang hadir kemimpinya bukanlah Divo, tapi Aya. Saat akan tidurpun, Aya lah yang diingat Cinta, bukan Divo.

Akhirnya hubungan itu berakhir dengan cepat, hanya 13hari mereka berpacaran. Divo meminta putus dengan alasan yang mengada ada. Cinta yang sempat disadarkan Aya saat baru jadian dengan Divo kalau hubungan itu tak baik dilanjutkan mengambil kesempatan itu untuk mengakhiri hubungan itu.

Sedikit kembali kebagian disaat Cinta menelpon Aya. Saat itu Cinta benar-benar merasa bahagia, benar-benar senang walau saat itu mereka berdua sama-sama memiliki pasangan masing-masing. Cinta juga entah kenapa tidak malu-malu mengatakan kalau ia masih mencintai Aya dan tidak memiliki perasaan apapun walau berpacaran dengan Divo. Benar-benar tingkah yang aneh.

Setelah hubungan itu berakhir, sahabat-sahabat Cinta kembali menemani Cinta agar Cinta tak mengulangi kesalahan yang sama. Dan tak sampai sebulan berpisah Divo pun kembali mengejar cinta lalunya.

Dua hal yang didapat Cinta, pertama jangan pernah berpacaran dengan seseorang yang tidak dicintai, dan jangan pernah pungkiri kata hati, karena hati tak pernah berbohong.