Disini aku sendiri. Merenung dengan sebuah kue ulang tahun dan lilin-lilin cantik menghiasinya. 5 Januari 2012, seharusnya ini menjadi hari yang membahagiakan untukku dan 4 orang sahabatku. Seharusnya lilin ini telah ditiup daritadi. Seharusnya aku bercanda gurau, berbagi cerita, membuat makanan untuk cemilan, dan pastinya bersenang-senang dengan mereka. Seharusnya, ya seharusnya. Ingin aku mengacak-acak kue ini dan aku patahkan saja lilinnya. Tapi kenapa, hati dan jiwa ini tak sanggup bertindak. Masih jelas dalam ingatanku saat awal aku bertemu mereka. Sedikitpun aku tidak menyangka jikalau kami akan menjadi satu. Awalnya, siapa itu Vian? Dia hanya orang asing dari luar kota, salah satu kota yang dilalui garis khatulistiwa dan berobsesi sekali menjadi pemimpin. Atau siapa itu rahma? Gadis kecil, imut, hitam manis dari madrasah. Kenapa ia masuk sekolah umum? Padahal dia kan jilbaber. Entahlah. Lihatlah aku dan dua teman baikku dikelas ini Tya dan Cindy, serta teman-temanku yang lainnya yang memang sudah rayonnya kesini dan tentunya kami satu almamater. Awalnya, Tya memang dekat dengan dengan Vian tapi hanya dekat di luar saja tidak untuk didalam hati. Bahkan tidak jarang kami membicarakan Vian dari belakang. Semua hal yang kami ketahui tentang dia tak luput untuk jadi bahan gunjingan kami. Begitu juga Rahma, kalau dalam bahasa Inggrisnya, "she's nothing." Tapi, saat dia berpacaran dengan salah satu teman baik kami saat SMP, dia mulai dianggap ada. Bahkan teringat jelas dibenakku saat homestay di danau Maninjau. Di kamarku ada tiga orang, tentunya itu adalah Aku, Tya, dan Cindy. Dan tepat dikamar sebelah kami, kamar Vian dan Rahma. Mungkin aku pantas dikatakan sebagai seorang penguntit atau sejenisnya, karena pada saat malam, Aku dan Tya menguping pembicaraan Vian dengan pacarannya. Sangat kurang kerjaan dan benar-benar tidak terpuji. Aku juga ingat kejadian "oyen" yang terjadi malam itu. Saat seseorang mencandai Vian yang sedang beristirahat, karena mengganggap itu panggilan dari seorang teman, Vian langsung saja mengintip dari balik pintu kamarnya dengan pakaian "U can see" berwarna oren. Tak tahu kenapa, ternyata peristiwa itu disaksikan teman-teman yang laki-laki hingga jadilah peristiwa oyen. Jika ada yang bertanya kapan awal kalian menjadi sangat dekat? Aku akan berkata selalu berkata hal yang sama, "aku tidak tahu." Tapi aku tahu kalau kami semakin dekat saat kami mulai les matematika. Setiap sabtu sehabis sekolah kami selalu menyempatkan diri untuk makan bersama di cafe dekat sekolah sambil bercerita berbagai hal, bercanda gurau hingga waktu untuk les tiba. Kadang saat weekend dan tidak ada kegiatan les, kami selalu menyempatkan diri untuk berkumpul di rumahku atau di rumah Rahma untuk sekedar bercerita, menonton, atau kadang mencoba berbagai resep-resep baru. Bahkan, saat-saat tertentu, kami menginap dan esok paginya kami maraton. Semua kisah indah kami lalui bersama dan tidak jarang kami melalui saat-saat sedih dan sulit bersama. Kami selalu menemani Tya sewaktu ia putus dengan pacar yang telah bersamanya hingga tiga tahun, hingga akhirnya ia bisa menemukan pengganti di hatinya. Menemani Rahma saat ia dirawat di Rumah Sakit. Menyemangati Vian dan selalu disampingnya saat kedua orangtuanya harus berpisah. Mereka juga selalu menghiburku saat aku ditinggal pergi oleh pacarku. Tidak jarang juga kami saling mengingatkan dalam berbagai hal. Terutama mengingatkan Cindy untuk tidak terlalu mencemaskan berbagai hal dan mengurangi sifat cueknya. Namun tak jarang kami berantem untuk hal-hal kecil hingga hal-hal besar dan membuat dua diantara kami tidak bertegur sapa. Seperti aku dan Vian yang sering berantem kecil atau bisa dikatakan cekcok. Tapi juga pernah ada kejadian besar yang membuat Rahma harus menjauh dari kami, berawal dari masalah pribadi Vian dengan Rahma lalu berlanjut pada masalah Tya dan Rahma dan membuat Rahma menjauh dari kami. Cerita yang penuh gelombang memang. Tapi kami bersyukur, karena beberapa bulan sebelum UN, kami telah berbaikan dan kembali berkumpul. Tak lama, kami harus berpisah karena kuliah di jurusan yang berbeda, mungkin memang masih satu universitas, tapi kami telah sibuk pada urusan masing-masing. Rahma yang berbeda universitas dengan kami membuat hubungan kami semakin renggang. Tya dan Vian yang berada di satu asrama, memang bisa melakukan banyak hal bersama. Tapi hal itu juga tidak bertahan lama, mereka berdua tiba-tiba saja tidak bertegur sapa lagi. Tenyata ada kesalahpahaman diantara mereka, Vian yang waktu itu meninggalkan Tya begitu saja karena menurutnya, Tya dijemput pacarnya, tapi ternyata tidak. Dengan kekanak-kanakkan Tya membalas perbuatan Vian dengan menyebut kebaikannya saat merawat Vian ketika sakit di Asrama. Sejak saat itulah hubungan kami merenggang. Ditambah lagi kami tidak pernah lagi berkumpul bersama seperti saat pertama kami dekat. Biasanya hari ini selalu kami tunggu-tunggu. Tapi hari ini begitu sepi, tidak ada lagi kebahagiaan seperti dua tahun yang lalu. Saat kami tetap tersenyum bahagia walau merayakan hari persahabatan kami hanya dengan sebuah kue sederhana dan mie goreng buatan sendiri. Sungguh, kebahagiaan hari itu sangat aku rindukan. Tak yakin apa aku bisa merasakan bahagia itu lagi atau tidak. Tak satupun dari mereka yang mengingat hari ini. Aku masih tetap disini, ditemani detak jam, sinar rembulan, serta sebuah kue dengan lilin yang menunggu padam. Aku selalu disini, menunggu, menunggu api yang akan padam.